Nabi Muhammad ﷺ Hijrah ke Thaif
Al-hidayah.id Wafatnya dua orang yang sangat dicintai Ialah Abu Thalib paman nabi yang wafat pada bulan rajab tahun kesepuluh kenabian, kemudian dua bulan setelahnya Ummul Mukminin khadijah istri yang sangat dicintainya wafat juga, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian.
Kejahatan kaum Quraisy setelah Abu Thalib wafat semakin menjadi, mereka berani menghadang lalu menaburkan debu di atas kepala beliau sehingga beliau pulang ke rumah dengan kepala penuh debu. Putri beliau membersihkan debu itu sambil menangis, lalu Rasulullah menghiburnya “Tak perlu menangis putriku, karena Allah akan melindungi ayahmu”.
Khadijah adalah salah satu anugerah besar yang diberikan Allah kepada Rasulullah. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menghibur beliau di kala susah, menyemangati beliau saat menghadapi masa-masa sulit, membantu beliau menyiapkan misi kerasulan, mendampingi beliau dalam membiayai perjuangan yang berat, serta membela beliau dengan jiwa dan hartanya.
Dua peristiwa duka ini terjadi dalam waktu singkat sehingga kesedihan sangat mendalam dirasakan Rasulullah. Selain itu ujian dari kaumnya yang tak kunjung reda, mereka semakin berani mengganggu dan menyakiti beliau. Kesedihan beliau semakin bertambah dan hampir membuatnya putus asa.
Karena memerlukan pendamping setelah kematian Khadijah, pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian ini juga Nabi menikah dengan Saudah binti Zam’ah. Perempuan ini termasuk golongan terdahulu masuk Islam. Saudah ikut rombongan kedua hijrah ke Habsyah bersama suaminya Sakran ibn Amar. Suami pertamanya ini meninggal dunia di Habsyah. Setelah masa ‘iddah Saudah habis Nabi meminang dan menikahinya. Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi setelah Khadijah meninggal dunia.
Hijrah ke Thaif
Karena tekanan di Makkah semakin kuat, maka pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian itu juga Nabi Muhammad SAW, ditemani oleh Zaid ibn Haritsah, putera angkat beliau pergi ke Thaif, daerah pegunungan berjarak 60 mil dari Makkah. Nabi punya kenangan manis masa balita di Thaif di bawah asuhan ibu susuan beliau Halimah as-Sa’diyah. Nabi berharap bisa lebih aman dan tenang tinggal di Thaif dan dapat menyampaikan risalah Islam dengan leluasa.
Sesampai di Thaif, beliau menemui Abd al-Yalail, Mas’ud dan Hubaib, ketiganya putera Amr ibn Umar ats-Tsaqafi. Nabi menyeru mereka untuk masuk Islam. Tapi ketiga-ketiganya menolak sambil melecehkan Nabi. Salah seorang di antara mereka berkata, “Oh, kamukah orang yang diutus oleh Allah sebagai Nabi?” Yang kedua berkata, “Apakah Allah tidak menemukan selain kamu untuk diutus sebagai rasul?” Yang ketiga berkata, “Aku tidak mau bicara dengan kamu. Sebab, jika kamu memang seorang nabi seperti pengakuanmu, lalu aku menolakmu, tentu aku tidak lepas dari musibah. Jika kamu pembohong, maka aku tidak mau bicara dengan pembohong.” Akan tetapi, Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai hati yang begitu teguh laksana sebuah batu karang. Beliau tidak berputus asa dan terus berusaha untuk mendekati masyarakat umum, tetapi tidak seorang pun yang mau mendengarkan beliau. Jangankan menerima, bahkan mereka menghardik, “Tinggalkan segera kota kami! Pergilah kemana kamu suka!”
Nabi berada di Thaif selama 10 hari dan secara intensif mendatangi para pemuka masyarakat Thaif satu persatu, tapi tidak seorangpun yang mau menerima seruan Nabi. Semuanya bersikap yang sama, mengusir Nabi dari Thaif. Akhirnya Nabi dan Zaid pergi meningalkan Thaif dengan kecewa. Apalagi menjelang keluar meninggalkan Thaif mereka berdua dibuntuti oleh orang-orang jahat dan budak-budak yang meneriaki dan mencaci maki Nabi. Mereka mengerumuni Nabi dan membentuk dua barisan dan mulai melempari beliau dengan batu sambil terus mencerca. Satu lemparan menggenai tumit beliau sehinga terompah beliau berlumuran darah. Sementara itu Zaid ibn Haritsah berusaha membentengi Nabi sampai kepalanya bocor kena lemparan batu.
Orang-orang jahat itu terus melempari Nabi sampai beliau berhasil masuk kedalam kebun kurma milik Utbah dan Syaibah, dua orang putera Rabi’ah. Lokasi kebun itu dari kota Thaif berjarak 3 mil. Di kebun itulah Nabi bersembunyi menyelamatkan diri sampai yang melempari beliau berlalu. Nabi kemudian duduk bersandar ke sebatang pohon anggur. Setelah tenang Nabipun bermunajat dengan Allah:
اللهم إليك أشكو ضَعْف قُوَّتِى، وقلة حيلتى، وهوإني على الناس، يا أرحم الراحمين، أنت رب المستضعفين، وأنت ربي، إلى من تَكِلُنى ؟ إلى بعيد يَتَجَهَّمُنِى ؟ أم إلى عدو ملكته أمري ؟ إن لم يكن بك عليّ غضب فلا أبالي، ولكن عافيتك هي أوسع لي، أعوذ بنور وجهك الذي أشرقت له الظلمات، وصلح عليه أمر الدنيا والآخرة من أن تنزل بي غضبك، أو يحل علي سَخَطُك، لك العُتْبَى حتى ترضى، ولا حول ولا قوة إلا بك
“Ya Allah, hanya kepada-Mu kuadukan kelemahanku, ketidakberdayaanku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapakah akan Kauserahkan diriku? Kepada orang-orang asing yang bermuka masam kepadaku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab amat luas afiat-Mu bagiku. Aku berlindung dengan cahaya Dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan memperbaiki urusan dunia dan akhirat, dari amarah yang akan Kauturunkan atau murka yang akan Kautimpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sampai Engkau ridha. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas perkenan-Mu.
Dalam munajat itu Nabi Muhammad SAW menyatakan tidak peduli dengan segala penderitaan yang dialaminya asalkan bukan karena Allah SWT murka kepada beliau. Yang paling dikhawatirkan oleh Nabi adalah apabila semua penderitaan dan penghinaan yang dialami oleh Nabi di Thaif ini adalah karena Allah sudah murka kepada beliau. Munajat ini kemudian dikenal dengan du’a Rabbil Mustadh’afin ( doa kepada Tuhan Pelindung orang-orang yang tertindas).
Pemilik kebun kemudian merasa kasihan melihat Muhammad dan Zaid, lalu menyuruh pembantunya yang bernama Addas untuk menyuguhkan segenggam anggur untuk Muhammad. Nabi mengambilnya seraya membaca bismillahirrahmanirrahim kemudian memakannya.
Addas yang ternyata seorang Nasrani heran dan menyatakan keherannya kepada beliau, “Sungguh pernyataan macam itu tidak pernah diucapkan penduduk negeri ini.”
Menanggapi ucapan Addas Nabi bertanya, ”Berasal darimanakah engkau dan apa agamamu?”
Addas menjawab, “Aku seorang Nasrani berasal dari Ninawi.”
“Dari negeri seorang hamba yang saleh, Yunus ibn Matta. “kata Nabi.
Addas makin heran, “Apa yang Tuan ketahui tentang Yunus ibn Matta?”
“Dia seorang Nabi dan aku juga seorang Nabi.” jawab Nabi. Addas langsung bersimpuh di hadapan Rasulullah lalu mencium kepala, tangan dan kaki beliau.
Kedua putera Rabi’ah yang menyaksikan kejadian itu berkata satu sama lain, “Pembatumu itu betul-betul telah dirusak olehnya. Saat Addas kembali, keduanya langsung menanyainya, “Apa yang engkau lakukan tadi?”
Addas menjawab:”Tuanku, di muka bumi ini tidak ada yang lebih baik daripada orang ini. Sungguh dia telah mengajariku sesuatu yang tidak mungkin diketahui kecuali oleh seorang nabi”.
“Celakalah engkau Addas. Jangan sampai dia memalingkanmu dari agamamu, sebab agamamu lebih daripada agamanya.”
Setelah cukup istirahat di kebun putra Ra’biah, Nabi kembali ke Makkah. Beliau meninggalkan Thaif dengan hati luka. Sesampainya di Qarnul Manazil, Allah mengutus Jibril bersama malaikat penjaga gunung. Jibril memberitahu Nabi bahwa atas izin Allah beliau dapat memerintahkan kepada malaikat penjaga gunung itu untuk menimpakan dua gunung kepada penduduk Thaif yang telah menghina beliau.
Tapi Nabi menolaknya dan menyatakan, “Tapi aku masih berharap dari anak keturunan mereka akan muncul orang-orang yang menyembah Allah saja, yang tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun”. (ar-Rahiq al-Makhtum: 160-161) Dengan datangnya Jibril dan malaikat penjaga gunung itu menawarkan bantuan Nabi menjadi lebih tenang dan tenteram karena adanya pertolongan ghaib yang dikirim oleh Allah SWT
Faidah
Demikianlah akhlak Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika sedikit kesulitan atau celaan menimpa kita, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup.
Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil kita terus mengaku sebagai umat Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun mengalami penderitaan dan kesusahan yang berat, Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berdoa buruk dan tidak menuntut balas.
Dan terpenting adalah selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena di dalam kesedihan pasti ada hikmahnya, di dalam kesulitan pasti ada jalan keluarnya, di dalam kegelapan pasti akan datang cahaya
Sumber :
– kitab Fadhilah amal
– Izi (Inisiatif zakat Indonesia)