Kecerdasan luar biasa dari Al-Imaam Malik bin Anas
Al-hidayah.id (10/4) Imam Malik bin Anas adalah pakar ilmu fikih dan hadits. Dia lahir di Madinah tahun 93 Hijriyah. Kesuksesannya menjadi pendiri mazhab Maliki berawal dari nasihat sang ibu untuk mengenyam pendidikan di Masjid Nabawi. Di sana, ia mulai menghafal Alquran dan hadits.
Materi pendidikan menulis masih langka, para pelajar saat itu harus memiliki ingatan kuat. Kondisi tersebut tidak memengaruhi Imam Malik yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Saat seorang guru menceritakan hadits Nabi, Imam Malik biasa memahami setiap hadits. Kemudian, dia mencoba melafalkan hadits untuk dirinya sendiri. Hal ini guna memastikan dia mempertahankan setiap hadits.
Suatu saat, dia menghadiri suatu sesi yang menceritakan dan mendiskusikan 30 hadits. Ketika sesi selesai, dia memeriksa retensi dari hadits tersebut. Sadar ada salah satu hadits yang lupa, Imam Malik segera mengejar gurunya untuk mempelajari hadits itu. Lalu sang guru mendengarkan dan mengajari hadits yang terlupakan.
Sebagai seorang ulama terkemuka, Imam Malik tidak hanya menghadiri lingkungan studi yang diselenggarakan oleh setidaknya 90 ulama. Namun, sepanjang hidupnya dia berdiskusi tentang berbagai hal keimanan dengan rekan-rekannya dan para ulama yang datang ke Madinah pada saat musim haji.
Dia juga memiliki hubungan dengan otoritas terkenal di berbagai belahan dunia Muslim. Imam Malik mulai mengajar di Masjid Nabawi sejak awal hidupnya, saat usianya sekitar belasan atau awal 20-an.
Dia tidak akan mulai mengajar sampai perintahnya untuk belajar agama disaksikan oleh tidak kurang dari 70 gurunya. Beberapa dari mereka datang untuk menghadiri sesi pengajaran mantan murid mereka untuk belajar darinya.
Sebagai seorang tradisionalis konservatif, Imam Malik sangat menghormati hadits Nabi. Sejarah memberi tahu sebelum Imam Malik mulai mengajarkan hadits, dia akan mandi dan memakai pakaian terbaiknya. Dia tidak akan mengizinkan siapa pun meninggikan suaranya terlalu tinggi.
Dikutip Islam Web, selama Imam Malik hidup 90 tahun, dia menyaksikan perubahan Dinasti Umayyah menjadi Dinasti Abbasiyah. Dia bertemu banyak khalifah yang dia perintahkan dengan ilmu dan nasihat.
Ketika Khalifah Harun ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah mengetahui al-Muwatta, buku yang disusun oleh Imam Malik, dia mengirim utusannya untuk menjemput Imam Malik. Khalifah Harun ingin buku itu dibacakan oleh Imam Malik.
Namun, saat utusan Harun sampai di kediaman Imam Malik, dia dengan sopan menjawab, “Sampaikan salamku kepada Khalifah. Katakan padanya ilmu harus dikunjungi dan tidak boleh mengunjungi orang.” Mendengar jawaban Imam Malik, Khalifah Harun menyalahkannya karena tidak mematuhinya.
Lagi-lagi Imam Malik menjawabnya dengan sopan dan berkata, “Wahai pemimpin yang beriman, Allah Yang Maha Kuasa telah mengangkatmu ke posisi terhormat ini. Jangan menjadi orang pertama yang merendahkan tempat dan menghina martabat ilmu dan pembelajaran sehingga Allah tidak merendahkan tempatmu. Aku tidak benar-benar ingin membangkang kepadamu, tetapi aku lebih ingin agar pemimpin beriman menunjukkan rasa hormat untuk belajar agar Allah dapat mengangkat posisinya.”
Akhirnya, Khalifah Harun ar-Rasyid berjalan bersama Imam Malik ke rumah Imam Malik untuk mendengarkan dia dan bacaan dari bukunya. Imam Malik juga mengajarkan murid-muridnya melalui perkataan dan tindakan disertai dengan kerendahan hati.
Dia menekankan kepada murid-muridnya, ungkapan terpenting yang harus dimiliki oleh seorang ulama sejati adalah berani mengatakan, “Saya tidak tahu.” Pernah suatu ketika ada seorang pria datang kepadanya dan menanyakan suatu masalah.
Setelah mendengar itu, Imam Malik tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Jadi, dia berkata dengan rendah hati, “Saya tidak tahu.”
Pria tersebut sangat terkejut dan mengatakan, “Apa yang harus saya ceritakan kepada rakyat saya ketika saya pulang.” Imam Malik menjawab “Katakan pada mereka, Malik ibn Anas mengatakan dia tidak tahu.”
Dengan rasa tanggung jawab inilah Imam Malik mengajarkan orang-orang dan memberikan putusan religius (fatwa), terlepas dari kenyataan ia mengumpulkan lebih dari 100 ribu hadits serta belajar di tangan puluhan otoritas terkenal tentang masalah agama. Imam Malik dikenal karena bukunya al-Muwatta sebagai komplikasi kedua dalam sejarah ajaran agama Islam.
Menurut beberapa sejarawan buku itu disusun selama 40 tahun. Saat ini, buku itu masih menjadi acuan utama bagi jutaan Muslim di Afrika Utara dan Sub-Sahara yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Maliki.
Imam Malik adalah orang yang sangat taat dan takut terhadap Allah. Dia menjalani kehidupan dengan pantang menyerah dan sering berpuasa, terkadang sekitar empat hari dalam sepekan. Dia wafat pada 170 Hijriyah
sumber : terjemahan dari islamweb